heteroculture: Salahkah Bila Kami Merasa Khawatir IBX583E46ECC8CCF

Dec 26, 2016

Salahkah Bila Kami Merasa Khawatir

Hampir tiap hari kami harus terjaga sampai larut malam, bahkan hingga dini hari untuk menadah air yang mengalir dari pipa PDAM. Aliran yang kecil membuat kami harus menampung sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lumayan lama.

Bayangkan, hampir tiap hari begadang. Kebayang kan bagaimana susahnya ketika musim kemarau panjang datang.

Angin yang kering, udara yang terasa panas. Rumput, semak, dedaunan berwarna coklat. Tanah retak-retak. Bahkan seandainya ada uang koin terjatuh dan masuk ke dalam retakan itu, kami harus mencongkel retakan/ rekahan tanah itu.

Bahkan pernah, saking parahnya musim kemarau yang melanda, untuk kebutuhan mandi dan mencuci kami harus membeli dari penjual air keliling. Kemudian air yang untuk masak juga beli dari penjual yang lain, karena berasal dari sumber yang berbeda.

Kami tinggal di daerah yang masuk dalam wilayah pegunungan kapur. Tanah tempat berpijak banyak mengandung kapur, mayoritas berwarna putih dan kekuning-kuningan.

Air sumur/ PAM yang kami gunakan untuk masak selalu meninggalkan kerak di dasar panci. Sehingga makin lama, panci akan makin tebal dan berat.

Kini kami memang sudah tidak mukim lagi di sana. Beberapa waktu lalu kami mendengar ada pembangunan pabrik semen di sekitar desa tempat kami tinggal dulu. Lalu saya membayangkan bagaimana keadaan ketika proyek itu berjalan.

Truk-truk pengangkut bahan material/ galian hilir mudik, menyisakan debu yang makin menambah keruh udara yang sudah lama tidak lagi terasa sejuk.

Katanya lagi, lokasi proyek itu berada di pegunungan kapur yang selama ini menjadi tandon air bagi warga.

Salahkah kami jika merasa khawatir akan kehilangan sumber mata air untuk kehidupan kami?

No comments:

Post a Comment